“Kapan kamu punya pacar?”, pertanyaan yang paling sering datang dari orang senior kepada seorang junior. Saya pernah bahas di artikel saya sebelumnya, biasanya mereka akan memberikan ide-ide seperti “cari yang baik”, “cari yang dekat-dekat” atau “jangan lama-lama”.
Kesimpulannya, kita disuruh mencari “harta” dalam bentuk manusia. Seseorang yang bisa support, seseorang yang bisa ada dan membahagiakan kita. Saya percaya setiap manusia adalah harta pada hakikatnya, ciptaan Tuhan yang unik dengan begitu banyak potensi dalam hidup mereka…tapi sebelum kita mengajak seorang harta karun untuk masuk ke hidup kita, tampaknya ada harta lain yang perlu kita gali….
Harta kita sendiri.
Photo by Shea Rouda on Unsplash
Yes, 2 Korintus 4:7, “Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami. Namun, harta ini kami miliki dalam bejana tanah liat supaya kelimpahan kuasa itu berasal dari Allah dan bukan dari diri kami sendiri.”
Ada harta, entah itu rohani, jasmani, di dalam bejana tanah liat yaitu kita. Sebuah kemewahan yang terbungkus di dalam kesederhanaan. Walaupun kita sering terlihat sederhana, tapi jangan pernah anggap remeh apa yang Tuhan sudah berikan.
Tak heran banyak pendeta yang bilang tempat terkaya itu bukan di Arab Saudi, or di Papua yang terkenal dengan gunung emasnya, tetapi di kuburan, kenapa? Karena di sana ada ide yang tidak sempat keluar, pemikiran, musik, fashion, undang-undang, teknologi, dan berbagai macam karya yang dibawa mati. Boom.
Alkitab mengatakan “be fruitful”, tetapi kita jangan lupa bahwa sebelum bisa “fruitful”, kita harus mengetahui bahwa kita itu “seedful”. Yaitu bicara tentang masa depan yang Tuhan berikan pada kita, tidak dalam bentuk buah tetapi dalam bentuk bibit. Kenapa? Karena bibit jelas lebih praktis, bibit bicara tentang potensi dan membesarkan bibit sampai jadi pohon adalah latihan kesetiaan yang bagus.
Kenapa saya membahas masalah ini? Karena begitu banyak orang yang mencari jodoh, mencari pacar, tanpa tahu siapa dirinya.
That’s the problem, jika dia tidak tahu siapa dirinya, dia akan sulit mencari yang cocok dengan dia, tidak heran jika rata-rata relationship lebih didasarkan perasaan dibanding perencanaan.
Apakah perasaan itu tidak penting? Salah, itu penting dan sangat penting. Dari bicara-bicara kecil dengan banyak orang yang sudah menikah, ternyata memang perasaan adalah salah satu kadar pengukur yang sangat penting di awal hubungan, tetapi pernikahan juga memerlukan banyak perencanaan. I’ve discovered that marriage is as practical as it is emotional.
Anyway here’s what I thought: I think you should crack your own treasure first, before finding another treasure.
Yes, kita perlu ambil perjalanan sendiri, untuk bisa menemukannya. I learned, it seems marriage starts from cracking our own treasure first. God bless!
Apa komentarmu ? ...