I cannot write this post better than taking examples from movies. Belakangan ini saya coba pelan-pelan mendalami kembali topik-topik seputar dunia film, suatu obsesi waktu masa remaja dan kuliah.
Ketemu satu istilah yang ternyata jadi masalah di Hollywood: TYPECAST.
Semua aktor atau aktris terkenal punya satu ketakutan: Masuk dalam suatu peran yang terlalu lekat pada jati diri mereka sampai sulit dilepaskan dari pikiran penonton. Momok penyakit Hollywood ini disebut sebagai Typecast (hanya bisa ‘casting’ untuk satu ‘type’ karakter saja, misalnya jadi penjahat terus, jadi superhero terus, gak bisa yang lain).
Beberapa peran dalam film bisa begitu kental sampai peran tersebut tanpa bisa dihindari menjadi “identitas” dari si aktor/aktris, padahal belum tentu si bintang film mau selamanya diidentikkan dengan tokoh tersebut. Hal ini bisa bikin dia kesulitan ‘casting’ untuk peran-peran yang berbeda di masa depan.
Beberapa aktor dan aktris Hollywood berjuang keras untuk keluar dari Typecast mereka, ingin bisa keluar sebagai jati diri mereka yang sebenarnya diluar peran tersebut…beberapa berhasil, beberapa gagal dan akhirnya karier film mereka mandek karena banyak sutradara tidak mau mengambil mereka, kuatir image lama mereka akan merusak plot film yang baru.
Beberapa contoh bintang film typecast paling terkenal adalah Emma Watson dan Daniel Radcliffe yang berusaha keluar dari typecast mereka sebagai Hermione Granger dan Harry Potter. Mundur satu era ada Jennifer Aniston yang sulit move-on dari peran sebagai Rachel di sitcom Friends. Mundur lagi satu era ada tokoh-tokoh film actions seperti Jean Claude Van-Damme dan Steven Seagal yang stuck di genre jagoan martial arts mereka.
Typecast adalah masalah krisis identitas karena terlalu meresapi suatu pekerjaan.
photo from screencrush.com
Andai anak-anak Tuhan dan jemaat Kristen menyadari masalah typecast ini seperti para bintang film Hollywood.
Masalah typecast orang Kristen adalah mereka yang terlalu fokus pada pekerjaan mereka (bahkan bisa jadi panggilan mereka), sampai mereka kehilangan identitas mereka yang sebenarnya di dalam Tuhan.
Pekerjaan mereka begitu mendefinisikan siapa jati diri mereka, menjadi bagian yang begitu besar dalam identitas mereka, sampai kalau pekerjaan itu diambil oleh Tuhan, mereka langsung kehilangan arah dan makna hidup.
Karena mereka tidak tahu siapa jati diri mereka di luar pekerjaan mereka.
Saya pernah mengalaminya. Saya dipanggil bekerja di dunia keuangan sebagai seorang trader saham institusional. Bekerja di beberapa perusahaan keuangan terbesar dunia dengan 8 layar menonton perekonomian dunia bergerak setiap menitnya, saya dengan cepatnya mengidentikkan jati diri saya dengan pekerjaan yang menurut banyak orang “keren” ini. Pikir saya, “toh kan Tuhan dengan jelas panggil saya ke bidang ini kan?”
I started saying to myself and everyone “I’m A Trader”. It became a significant part of my identity. Unrealized, it was becoming my Typecast.
Let me share to you why it’s dangerous:
1. Kita Tenggelam Dalam Gaya Hidup Pekerjaan Tersebut
Setiap pekerjaan dan bidang profesi selalu punya “gaya”-nya masing-masing yang khas. Contohnya kerja di dunia hiburan pasti gayanya identik dengan kehidupan malam, mobil keren, baju mahal. Kerja di dunia finance identik dengan “smart-look-smart-talk”, membicarakan kerumitan angka-angka, ngantor di kantor-kantor keren di gedung-gedung tinggi pusat bisnis, tentunya dengan “aksesoris keren” juga seperti sepatu mahal, arloji mahal, dll.
Ini bahaya ketika kita mulai mengidentikkan jati diri dengan pekerjaan kita terlalu jauh. Banyak racun yang akan mulai merembes masuk ke hati kita….mengkorupsi nilai-nilai kita yang murni, mengubah gaya hidup kita secara perlahan sampai akhirnya kita menjadi sama seperti mereka kebanyakan.
Begitu saya ngomong “I’m A Trader”, perlahan hati bergeser dan mulai mengadopsi hal-hal yang mencirikan “trader”. Saya dulu mencari tahu kemeja tipe apa yang dipakai para traders, cara bicara seperti seorang trader, buku-buku yang dibaca para trader, investasi apa yang mereka lakukan dan bahkan ada teman yang merekomendasikan merek sepatu khusus yang dipakai para traders di London!
Saya temukan semakin saya menjadi seperti typical traders, semakin sulit untuk menolak hal-hal yang sebetulnya tidak sesuai dengan hati nurani dan nilai-nilai yang saya percaya dari Firman Tuhan. Akhirnya saya terbangun dan putar balik – saya ceritakan lebih dalam di artikel “Memilih Antara Pekerjaan dan Keluarga: My Turnaround Story”.
Tuhan mungkin memberi talenta dan memanggil kita untuk melakukan sebuah pekerjaan sekuler, tapi Dia tidak memanggil kita untuk tenggelam dalam kultur dan nilai-nilai yang dianut oleh bidang pekerjaan tersebut. Kultur dan nilai-nilai kita akan selalu kultur dan nilai-nilai kerajaan Surga.
Panggilan pekerjaan tidak pernah dimaksudkan menjadi identitas siapa jati diri kita. Panggilan pekerjaan kita hanya sebuah jubah yang akan dicopot ditinggal di bawah (Bumi), sedangkan identitas diri kita akan selamanya dikenakan dan dibawa ke atas (Surga).
Remember Daniel. Remember Joseph (Yusuf). Bagaimana mereka menjadi raksasa dunia sekuler tapi tidak pernah sekalipun mengijinkan jati diri mereka tenggelam dalam kultur bidang pekerjaan mereka dan nilai-nilai yang dianut orang-orang sekitar mereka.
Mereka tidak pernah seperti saya yang ngomong, “I’m a Minister” atau “I’m Number 2 in Egypt”. No typecast problems there. Bahkan jati diri Yusuf begitu jauh dari pekerjaannya, sampai tulang-tulang dirinya pun dia minta dibawa keluar dari tanah Mesir ketika dia sudah mati!! (Kejadian 50)
2. Semua Anak Tuhan Dipanggil Untuk Kehidupan Yang Multi-Cast, Bukan Type-Cast
If anything that I learned so far in life, hidup ternyata bukan seperti sedang memerankan sebuah tokoh di sebuah film. Hidup ternyata seperti memerankan beberapa tokoh yang berbeda-beda di beberapa film sekaligus!
Life is multi-casting, not type-casting.
Again, Hollywood sudah lebih tahu kalau hidup seperti ini, bahwa mereka bisa sukses kalau mereka bisa memerankan beberapa tokoh yang berbeda-beda di beberapa film yang berbeda-beda juga. Mereka tahu kalau berhasil memerankan suatu tokoh di satu film, belum tentu mereka bisa berhasil memerankan tokoh yang berbeda di film lain. Dan mereka juga tahu bahwa yang namanya peran ya cuma “peran”, tidak lebih dari itu. Setelah akting selesai dan filming selesai, mereka kembali menjadi jati diri mereka sendiri – bukan si superhero, bukan si villain, bukan si mata-mata, bukan si funny guy atau siapapun yang mereka baru saja perankan.
Sama seperti kita anak-anak Tuhan. Kalau kita berhasil memerankan sebuah peran di “film” pekerjaan, belum tentu kita bisa berhasil menjalankan peran yang berbeda di “film” yang lain seperti “film” keluarga, “film” pernikahan, “film” keuangan pribadi, dll.
Take this for a moment: Kalau kita mengijinkan diri menjadi terlalu bangga atau terlalu menjiwai di satu dunia, misalnya dunia pekerjaan, maka sebetulnya kita sedang merusak peluang keberhasilan kita di dunia-dunia lainnya.
Life is rolling between castings. Semua punya momen dan timingnya masing-masing. Getting stuck in one moment means you’ll miss the other moments. Dalam bahasa si Pengkhotbah, “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya.” – Pengkhotbah 3:1.
3. Dompetmu Akan Menyimpang Mengikuti Hati Yang Menyimpang
Point selanjutnya kenapa menjadi terlalu stuck di dunia pekerjaan berbahaya adalah urusan dompet.
Kalau missing a moment will give you sadness, efek selanjutnya terhadap keuanganmu is guaranteed to give you pain!
Karena begitu hati sudah belok, dompet akan segera mengikuti. Saya alami banget. Begitu hati saya belok dan tenggelam dalam “jati diri sebagai trader”, tidak butuh waktu lama untuk saya membuat keputusan-keputusan keuangan yang salah, over-investment dan pernah sampai masalah cash-flow yang serius. Lebih banyak tentang cerita ini ada di artikel “Dimana Tuhan Ketika Uang Sudah Habis”.
Dimana jati dirimu berada, ke situlah uangmu akan mengalir paling banyak. Dalam bahasa Matius, “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” – Mat 6:21. Kalau kita melihat identitas pekerjaan kita sebagai sesuatu yang paling signifikan, tanpa bisa dicegah uang kita juga akan mengalir ke situ untuk “membiayai” semua keperluan identitas tersebut.
Money problems always means serious pain and stress. Daya hantamnya ketika meledak besar dan luas, menghantam bukan hanya objek utamanya, tapi biasanya melebar sampai ke orang-orang di sekitarnya – family, friends, children dan kadang neighborhood/community/public dalam kasus besar.
In short, dengan berdasarkan pada Firman Matius 6:21 di atas dan pengalaman pribadi, I can feel safe to say: penyimpangan identitas sangat mungkin membuahkan masalah keuangan, karena uang mulai disalurkan ke hal-hal yang salah.
4. Kehidupan Keluarga dan Pernikahanmu Menjadi Keropos Dengan Cepat
Seperti tulang yang tidak pernah mendapat asupan kalsium, keluarga dan pernikahan dari seseorang yang terlalu fokus ke pekerjaannya akan menjadi keropos. Tulang keropos sekilas terlihat baik, tapi begitu kena benturan langsung patah.
Karena keluarga dan pernikahan adalah suatu kehidupan yang mempunyai banyak musim. Termasuk musim dingin yang kejam ada di perjalanan setiap pernikahan.
Bagaimana sebuah pernikahan bisa bertahan melewati musim dingin yang kejam ? Dengan kedua pasangan memberikan diri kepada satu sama lain melalui pengorbanan dan tekad, untuk mengisi buli-buli pernikahan yang akan menjadi bahan bakar ketika musim dingin tiba. Kalau bagian ini menarik perhatianmu, you should read article “Buli-Buli Pernikahan Untuk Musim Dingin Kehidupan”.
Nah bagaimana kalau salah satu atau kedua pihak dari pasangan terlalu sibuk dengan dunia pekerjaan dan tidak melihat keluarga atau pernikahan sebagai bagian yang signifikan dari identitas dirinya lalu musim dingin menghantam?
Seperti binatang yang lalai mengumpulkan makanan untuk winter, mereka akan kelaparan, dingin hati, menderita, jatuh sakit, kehilangan akal sehat dan bisa jadi mulai menggigit satu sama lain.
Beberapa pernikahan melewati musim dingin seperti ini dan selamat. Tapi banyak sekali yang tidak. Bahkan banyak yang mati tanpa pernah mengerti kenapa sebenarnya kisah cinta mereka yang begitu kuat awalnya bisa collapse dengan begitu hebatnya dalam waktu yang begitu cepat.
Karena mereka tidak sadar kalau bahan bakar yang bisa membuat mereka bertahan melalui hari-hari yang dingin bukanlah memori senang-senang waktu hari-hari yang hangat, melainkan pengorbanan untuk memberikan diri kepada satu sama lain.
Seperti pengorbanan Yesus menjadi bahan bakar untuk kita melewati lembah kekelaman (Maz 23:4), segala pengorbanan yang sepasang suami istri berikan ke dalam pernikahan akan menjaga mereka tetap hangat ketika musim dingin.
Ini TIDAK bisa dilakukan kalau kedua pihak dari pasangan sedang tenggelam dengan dunia yang lain di luar pernikahan dan keluarga mereka.
5. Akan Selalu Tiba Masa Talentamu Selesai Atau Diambil Tuhan.
Kalau ada 1 pelajaran paling krusial untuk dipahami orang muda menjelang dia bertumbuh, mungkin pelajaran itu adalah memahami: SEMUA YANG DIMULAI PASTI DIAKHIRI.
Tidak ada cerita yang tidak mengenal akhir, tidak ada hello yang tidak bertemu goodbye.
Bahkan mimpi pun bisa berubah. The ultimate biggest dream in your life, the one thing you would give anything, even that can change mid-life!
Tidak ada karir yang bertahan selamanya, tidak ada prestasi yang abadi, tidak ada kekuatan atau kepintaran yang tidak pudar. Apapun kekuatan, kepintaran atau talenta dalam bekerja, suatu hari akan diambil dari tangan kita. Entah diambil oleh usia, diambil oleh Tuhan atau sebab lainnya. Kemampuan kita akan ada titik selesainya, bahkan sekalipun itu datang dari Tuhan. They will end :
“Nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap” – 1 Korintus 13:8.
Because life is about finding your identity and shaping your characters. Hanya ini yang kita bawa setelah mati.
So orang Kristen yang Typecast dalam dunia pekerjaan perlu mempertimbangkan ulang apakah mereka sedang memberikan yang terbaik untuk sesuatu yang akan bertahan atau untuk sesuatu yang akan habis begitu saja.
Mengutip lagi message dari IG JerryTrisya: BUSY PEOPLE RARELY GIVE THEIR BEST TO THE ONES THEY LOVE.
Remember Ayub. Sangat mungkin seorang Kristen Typecast yang jati diri pribadinya terlalu melekat kepada dunia pekerjaannya dan reputasi pribadinya, sehingga Tuhan setuju untuk memasukkan dia dalam proses “Typecast Rehab” supaya dia menemukan kembali siapa dirinya ketika semua dunianya runtuh.
Pertama dunia bisnisnya rubuh, lalu diikuti dunia keluarganya dengan klimaks istrinya menyuruh dia mengutuki Tuhan. Lalu diikuti oleh kesehatannya yang dihantam penyakit.
Message Tuhan dalam Typecast Rehab Ayub sebetulnya untuk mengingatkan dia kalau semua hal akan menemui akhir, entah diambil Tuhan atau sebab lainnya, tidak ada yang bertahan selamanya kecuali jati diri kita di mata Tuhan dan pengenalan akan Tuhan. Setelah semua bencana menimpa, sisa kitab Ayub semua isinya tentang IDENTITY DETOX mengenai jati diri dan mengenai pengenalannya akan Tuhan.
Setelah proses detox tersebut selesai dan fokus Ayub sudah kembali pada titik yang benar, dia keluar dari siklus hidup typecast, semuanya dikembalikan oleh Tuhan.
Saya yakin walau semua kekayaannya kembali, tapi Ayub yang lama tidak pernah kembali.
Ayub is the perfect example of a Christian typecast who went through recovery. We also learned recovering from typecast requires a lot of Grace from God…both to endure and to understand.
Menjadi orang Kristen typecast yang hanya bisa fokus pada satu hal saja (contohnya pekerjaan), just isn’t worth it.
There are many more movies with many different roles that we have to play in. Don’t be happy with just doing one role in one movie. Be whole and complete by winning the other roles you’re called into!
Sangat sangat memberkati sekali!!!
Well done Jer!
So deep ko jerry,,, aku ngikutin blog ini udah lama bgt, dan gaya tulisan ko jerry makin hari makin bagus,, kiranya hikmat Tuhan selalu menyertai Ko Jerry dan Ci Trisya,,,
Keren… Menginspirasi. Hampir semua tulisan Jerry dkk saya baca. Dan merasa mau juga jd penulis spt kalian.