Editor’s note: This post is written by our new Guest Writer, Eka Lim. Eka is a minister in Christian single communities. She’s a single person who refuse to “just wait” for a soulmate, but to enjoy and maximize her season for achieving God’s destiny for her.
Beberapa hari yang lalu saya gak sengaja ketemu teman cowok di gym. Kita cerita sampai ke topik relationship. “Saat ini lagi dekat sama siapa?” Teman saya cerita kalau dia ada kenal dengan cewek yang bisa dia “pertimbangkan” tapi baru tahap temanan dulu dan dia takut komitmen….takut nanti kemudian muncul perempuan lain yang lebih cocok…nah loh…
Ini dia, salah satu topik paling menarik untuk saya, topik tentang “takut komitmen”!
Mungkin topik ini menarik buat saya karena saya seorang wanita single yang dinamis dan independen dan percaya bahwa seorang single di dalam Tuhan dapat mencapai kehidupan yang maksimal serta bahagia bersama Tuhan, sambil menantikan pasangan hidup yang terbaik datang ke kehidupan saya.
Photo by Cory Bouthillette – Unsplash
But it does sound scary seumur hidup berkomitmen dengan 1 orang saja. Nanti kalau selisih pendapat terus bagaimana, kalau dia gak bisa dibilangin gimana, kalau dia nakal gimana…
Kita melihat marriage sebagai sesuatu yang gak bisa kita kontrol, tapi ingin kita kontrol!
Kita ingin kontrol pasangan, ingin kontrol ketidak-pastian, ingin kontrol resiko, ingin kontrol masa depan, ingin kontrol sebanyak mungkin yang bisa dikontrol.
Walau saya belum menikah, tapi kurang lebih saya tahu bahwa dalam pernikahan yang pegang kontrol terbesar sebenarnya adalah Tuhan.
Saya bisa menarik pelajaran ini tentang pernikahan sekalipun masih single dengan bercermin dari pengalaman saya menjadi satu-satunya anggota keluarga yang menerima Yesus Kristus sebagai juru selamat.
Sama seperti teman fitness saya di atas, dulu saya pernah takut komitmen dengan Tuhan. Saya dari kecil disekolahkan di sekolah kristen, jadi lewat sekolah saya belajar mengenal Yesus, doa, dll. Tapi keluarga saya tidak percaya Yesus, jadi saya takut komitmen mengikuti Dia.
Baru di umur 21 saya menyerah dan mau dibaptis. Pada waktu itu saya banyak pertimbangan, ketakutan dan beban…karena orangtua tidak setuju, jadi seperti ada beban tambahan untuk bisa “perform sebagai orang Kristen” yang baik di keluarga, gak bikin Tuhan malu.
Lalu saya takut juga bagaimana kalau nanti dalam perjalanan seumur hidup saya dengan Tuhan saya gak bisa komitmen lagi karena kesulitan yang dihadapi dan saya mundur. saya juga takut nanti jadi orang Kristen yang biasa-biasa saja, gak ada perubahan hidup dan gak berbuah.
Saya ingin bangun relationship dgn Tuhan…tapi saya banyak takutnya, banyak merasa tidak mampunya.
Saya sadar this is exactly like a marriage…bahwa kita memasuki suatu relationship yang rasanya belum tentu kita punya kekuatan untuk jalani sampai selesai…
Akhirnya dalam pertobatan saya, semua kekuatiran saya bawa ke Tuhan, bicara dan surrender this relationship ke Tuhan yang lebih powerful, mighty and able to lead me. Saya minta Tuhan yang janji, apapun yang terjadi Tuhan yang jangan lepaskan saya. Tuhan yang take control, bukan saya.
So I learned there, untuk sebuah relationship bisa bertahan dan bertumbuh dengan baik dalam jangka panjang, sangat diperlukan campur tangan Tuhan.
I know marriage is going to be like this. That’s why I’m preparing seriously for it and I’m helping other single Christians to prepare themselves while enjoying and maximize their season of being single in Christ. I’m not going to “just” pick a man…. karena “just” a man is not good enough to have a successful Godly marriage. And I cannot just wait to get married one day, I need to prepare for that day! That’s my belief.
“Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” – Kejadian 2:18.
What do you think?