Semenjak Papa meninggal, saya berulang kali berkata pada diri sendiri bahwa saya harus segera kembali pulang merantau. Hati dan pikiran saya tak pernah benar-benar hadir di tanah rantau. Betapa sering saya menghitung hari. Kapan bisa pulang untuk libur, kapan bisa pulang untuk seterusnya tanpa harus kembali lagi.
Setelah 9 tahun merantau, 4 tahun masa kuliah dan 5 tahun masa kerja, akhirnya saya kembali pulang ke kota asal untuk menikah. Tadinya saya sangat menantikan hari ini. Saya sudah mempersiapkan diri untuk melangkah dengan hati ringan dan penuh sukacita. Finally, my family and I will be reunited.
Seharusnya tidak begitu berat bagi saya untuk melangkah pergi. Relasi yang saya bangun dengan orang-orang sekitar selama 5 tahun terakhir rasanya tidak begitu mendalam. Jadi saya rasa tidak begitu sukar juga bagi mereka untuk melepas kepergian saya. Benarkah demikian?
Photo by ckturistando on Unsplash
Sekitar dua minggu terakhir, saya mulai merasa galau. Rasanya sedih membayangkan akan meninggalkan komunitas kerja, teman-teman gereja, dan rutinitas. Walaupun kembali ke kota asal, segala sesuatu tak lagi sama. Baik tempat maupun orang-orangnya.
Tiba-tiba saya menyadari betapa bodohnya saya.
Ada begitu banyak waktu yang Tuhan berikan selama merantau. Lima tahun di kota yang terakhir. Cukup lama sebenarnya, namun ketika berakhir terasa begitu singkat. How many times I cherish every single moment? To be honest, not much.
Ternyata tanpa saya sadari, begitu banyak orang telah menjadi bagian penting dalam hidup sehari-hari. Berpisah dengan mereka tidaklah semudah yang saya bayangkan sebelumnya.
Some close friends hugged me tightly with tears down.
Saya menyesal lebih banyak memilih tiduran di kamar kos daripada meluangkan waktu yang berkualitas bersama mereka.
Saya menyesal lebih banyak diam dan menarik diri, berpikir bahwa saya hanya sementara saja di sini. Tak perlu banyak terlibat ini itu.
Now, there is no time left anymore. Penyesalan pun tak ada gunanya. Saya bersyukur walaupun tampak terlambat, namun dengan kasih karunia Tuhan bisa melihat betapa berharga setiap moment yang telah terjadi.
Time is short. Cherish every moment. Setiap waktu dan kesempatan datangnya dari Tuhan.
Firman Tuhan berkata bahwa masa hidup kita begitu singkat. Ayub 14:1, “Manusia yang lahir dari perempuan, singkat umurnya dan penuh kegelisahan.”
Itu sebabnya tidak sekali dua kali Firman Tuhan juga memperingatkan agar kita mempergunakan waktu yang ada dengan berhikmat dan penuh bijaksana.
Syukuri setiap momen, termasuk yang tidak begitu kita sukai dan harapkan. Jangan sampai kita menyia-nyiakan waktu yang ada. Panjang atau singkat, semua masa hanya sementara.
Setahun, sembilan tahun, atau bahkan bertahun-tahun bisa terasa panjang dan menjenuhkan. Berat dan melelahkan. Namun bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan! Dengan demikian ketika waktunya habis, tak perlu ada penyesalan.
What do you think?