Kami sedang dalam perjalanan ke mal ketika teman saya bercerita tentang “Abang” tersayangnya yang menelepon, pinjam uang dua juta untuk biaya kuliah adiknya. Dengan enteng, teman saya menceritakan bagaimana dia langsung transfer sejumlah yang “dipinjam”. Tidak masalah pacar pinjam uang, dia malah senang bisa membantu “Abang” dan adiknya.
Namun tidak bisa dipungkiri, sebuah pertanyaan menggelitik hatinya. Apakah keputusannya tepat? Apakah pacar pinjam uang suatu tanda buruk atau belum tentu?
Belum sempat saya berkomentar, ia kemudian berujar sendiri, “Nggak papa lah ya, kan duitnya bukan buat foya-foya. Memang untuk keperluan kuliah adiknya.”
Hmmmm….

Nasib mujur akan menimpa mereka yang menaruh belas kasihan dan memberi pinjaman (Mazmur 112:5). Tidak salah meminjami orang yang membutuhkan, namun tetap harus berhikmat. Paling tidak ada tiga hal yang harus kita ingat sebelum meminjamkan uang pada pacar.
1.Pacar bukan dan belum tentu menjadi anggota keluarga.
Walaupun dekat, pacar bukanlah anggota keluarga. Jangan mudah percaya dengan kata-kata, “Nanti kan kita akan jadi satu keluarga”.
Tanpa sadar, mudah sekali bagi kita yang mabuk asmara untuk merasa kasihan dan terbujuk. Be smart! Berhubung jadi keluarganya masih nanti, mestinya pinjam duitnya nanti saja.
Ingat, anggota keluarga saja bisa nakal tidak bayar hutang. Apalagi yang bukan anggota keluarga! Kalau sudah putus, apa ada jaminan uang pasti kembali?
2. Pacar yang baik tidak akan berhutang, sekalipun sedang sangat butuh uang.
Poin yang kedua ini bisa saya tuliskan karena saya sendiri mengalaminya. Selama bertahun-tahun pacaran dengan orang yang sekarang jadi suami, saya beberapa kali mengalami masa-masa “sedang sangat butuh uang”. Saya tahu persis, kalau bilang lagi butuh, pacar saya pasti akan langsung transfer! Dia tahu kok betapa saya berjuang untuk bantu biaya kuliah adik. Saya nggak nipu-nipu.
Tapi saya memutuskan untuk menghormatinya. Pacar saya bukan mesin uang. Sekalipun setelah menikah dia wajib menafkahi dan mencukupi kebutuhan saya, selama pacaran dia tidak punya kewajiban seperti itu.
Kalau saya butuh uang, kepada Tuhan-lah saya berseru. Tuhan-lah yang menjadi sumber pertolongan saya dan keluarga, termasuk dalam hal keuangan. Pacar saya cukup menjadi saksi yang melihat dan mendengar dari dekat bagaimana Tuhan menjadi pemelihara yang setia bagi kami sekeluarga.
Penulis kitab Amsal berkata, “Orang kaya menguasai orang miskin, yang berhutang menjadi budak dari yang menghutangi” – Amsal 22:7. Hubungan sepasang kekasih suatu hari nanti akan berubah menjadi suami istri yang sepadan, bukan budak dan tuan. Oleh karena itu, bijaksanalah dalam hal pacar pinjam uang, bijaksanalah sebelum membuat hubungan hutang-piutang dengan pacar yang menjadikan kita budak dan tuan.
Jerry menuliskan juga bahwa mamon bukanlah tanda yang baik dalam pernikahan, karena mamon bukan hanya bisa mencuri hati seseorang dari Tuhan, tapi juga bisa mencuri hati seorang suami dari istrinya dan istri dari suaminya. Baca di artikel berjudul “Motivasi Menikah Sebagian Besar Wanita“.
3. Jika suami/istri bisa menipu, apalagi pacar!
Kalau lagi mabuk asmara, kita merasa sang pacar tidak mungkin berbohong. Apalagi kalau sudah tahu betul kesehariannya seperti apa. Kita merasa memang dia benar-benar butuh. Pacar pinjam uang nggak mungkin lah nipu, jelas-jelas hidupnya susah.
Seringkali justru inilah kesalahan terbesar kita sebagai kekasih: menganggap pacar tidak mungkin berbuat dosa. Kita menaruh kepercayaan kita pada dirinya. Padahal tidak ada orang yang tidak berdosa. Jangan sampai, ketulusan kita jadi sebuah batu sandungan yang menyebabkan orang lain berdosa juga.
“Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia” – Yer 17:5.
What do you think?